PENGAKUISISI SEBELUM DAN SESUDAH
MERGER DAN AKUISISI YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN
2008-2009
ANNISA META.CW
Jurusan Manajemen
Dosen Pembimbing: Drs.H.Prasetiono
MS.i
ABSTRACT
conduct
earnings management prior to the implementaion of mergers and acquisitions.
Also aims to determine changes in the acquirer's financial performance before
and after mergers and acquisitions. Earnings management by firms is to proxy
discretion
ary
accrual (DA). Then for the measurement of company performance measured by financial
ratios include total asset turn over, net provit margin,and return on asset.
The analysis was done by using independent sample t-test and paired sample
test.
The
results shows that there is an indication of earnings management done by taking
over companies before mergers and acquisitions by utilizing income increasing
accruals. Furthermore, the company's financial performance asmeasured by total
asset turnover ratio has increased after the merger and acquisition, while net
profit margin and return on assets has decreased after the mergers and
acquisitions.
Keywords:
merger, acquisition, earnings management, performance
Perkembangan
zaman yang begitu pesat semakin mendorong pemilik/manajemen
perusahaan
untuk mengembangkan usahanya dengan strategi bisnis baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Salah satu caranya adalah dengan penggabungan beberapa usaha. Dengan penggabungan
beberapa usaha, diharapkan perusahaan-perusahaan itu dapat meningkatkan pangsa
pasar, diversifikasi usaha, atau meningkatkan integrasi vertikal dari aktivitas
operasional yang ada dan sebagainya. Pada dasarnya penggabungan usaha merupakan
bentuk penggabungan satu perusahaan dengan perusahaan lain dalam rangka
mendapatkan pengendalian atas aktiva maupun operasional. Bentuk penggabungan
usaha yang sering dilakukan dalam dua dekade terakhir ini adalah mergerdan
akuisisi di mana strategi ini dipandang sebagai salah satu cara untuk mencapai
beberapa tujuan yang lebih bersifat ekonomis dan jangka panjang
(Lani
Dharmasetya dan Vonny Sulaimin,2009).
Menurut
data statistik Bursa Efek Jakarta-berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia-antara
tahun 1995-1997 (sebelum terjadinya krisis moneter pada Juli 1997), jumlah
perusahaan yang go publictercatat kurang lebih sebanyak 259 perusahaan. Seb
anyak
57 perusahaan yang melakukan penggabungan usaha. Pada pasca krisis mon
eter
tahun 2000 sampai dengan pertengahan tahun 2008, penggabungan usaha dilakuka
n
oleh lebih 40 perusahaan (Lani Dharmasetya dan Vonny Sulaimin,2009). Bentuk
penggabungan usaha yang sering dilakukan dalam dua dekade terakhir ini adalah merger
dan akuisisi di mana strategi ini dipandang sebagai salah satu cara untuk
mencapai beberapa tujuan yang lebih bersifat ekonomis dan jangka panjang
(Lani
Dharmasetya dan Vonny Sulaimin,2009).
Mergerdan
akuisisi menjadi trend bisnis di tahun 1990-an di Amerika Serikat yang
dimulai
di tahun 1992. Sejak tahun 1992 perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi
terus meningkat, bahkan jika dibandingkan antara tahun 1996 dan 1995
peningkatan merger dan akuisisi meningkat hingga 67% (Sotensen,2000). Demi kian
pula di Indonesia dengan adanya peraturan perundang-undangan yang mempermudah
masuknya investor asing, merger dan akuisisi, maka pelaksanaan merger dan
akuisisi meningkat (Saiful,2003). Berdasarkan laporan yang diterbitkan KPMG
(Klynveld
Peat
Marwick Goerdeler) International, yaitu salah satu perusahaan jasa profesional
terbesar di dunia dan juga merupakan salah satu anggota The Big Four Auditors nilai
transaksi mergerdan akuisisi pada tahun 2007 diperkirakan
mencapai US$3,79 triliun. Pada semester kedua tahun 2007 mencatat rekor baru dimana
secara global transaksi
Merger
mencapai US$1,65 triliun atau meningkat 90% dibanding periode yang sama pada
tahun 2006. Hal ini menunjuk kan masih tingginya aktivitas merger dan akuisisi
di kalangan pelaku perusahaan (Lani Dharma setya dan Vonny Sulaimin, 2009:2)
Dalam
pelaksanaan merger dan akuisisi terdapat suatu kondisi yang mendukung adanya
tindakan
manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi. Pada situasi
perusahaan pengakuisisi ingin melakukan merger dan akusisi dengan cara
pembayaran lewat saham, pihak manajemen perusahaan pengakuisisi cenderung akan
berusaha untuk meningkatkan nilai laba perusahaannya. Tujuannya adalah selain
ingin menunjukkan earnings powerperusahaan agar dapat menarik minat perusahaan
target untuk melakukan akuisisi juga untuk meningkatkan harga saham perusahaannya
(Lani Dharmasetya dan Vonny Sulaimin, 2009:16)
Ada
alasan mendasar mengapa manajer perusahaan melakukan manajemen laba. Harga
pasar
saham suatu perusahaan secara signifikan dipengaruhi oleh laba, risiko, dan
spekulasi. Oleh sebab itu, perusahaan yang labanya selalu mengalami kenaikan
dari periode ke periode secara konsisten akan mengakibatkan risiko perusahaan
ini mengalami penurunan lebih besar dibandingkan prosentase kenaikan laba. Hal
inilah y
ang
mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengaturan laba
sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko.
Erickson
dan Wang (1999) dalam Hastutik (2006) menyatakan bahwa kecenderungan
adanya
praktik manajemen laba menjelang mergerdan akuisisi bertujuan untuk meningkatkan
harga sahamnya sebelum stock mergeragar dapat mengurangi biaya pembelian
perusahaan target. Keputusan manajemen perusahaan yang memilih untuk melakukan
manajemen laba dengan cara income increasing accruals akan membawa konsekuensi
terhadap kinerja perusahaan yang akan mengalami suatu kenaikan pada
periode
sesudahnya. Alasan perusahaan lebih tertarik memilih merger dan akuisisi
sebagai strateginya dari pada pertumbuhan internal adalah karena merger dan
akuisisi dianggap jalan cepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan di mana
perusahaan tidak perlu memulai dari awal suatu bisnis baru.
Merger dan akuisisi juga dianggap
dapat menciptakan sinergi, yaitu nilai keseluruhan
perusahaan
setelah mergerdan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing
perusahaan sebelum mergerdan akuisisi. Selain itu merger dan akuisisi dapat memberikan
banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skillmanjerial,
transfer teknologi, dan efisiensi berupa penurunan biaya produksi (Hitt,2002).
Perubahan-perubahan
yang terjadi setelah perusahaanmelakukan merger dan akuisisi
biasanya
akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Pasca
merger
dan akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal
ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan merger dan
akuisisi. Untuk menilai bagaimana keberhasilan merger dan akuisisi yang
dilakukan, dapat dilihat dari kinerja perusahaan setelah melakukan merger dan
akuisisi terutama kinerja keuangan baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun
perusahaan diakuisisi. Dasar logika dari pengukuran berdasar akuntansi adalah
bahwa jika skala bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan
aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga semakin meningkat sehingga
kinerja perusahaan pasca mergerdan akuisisi seharusnya semakin baik
dibandingkan dengan sebelum mergerdan akuisisi.
Penelitian-penelitian
terdahulu telah membuktikan adanya manajemen laba dalam
beberapa
kasus. Rahman dan Bakar (2002) seperti yang dikutip oleh Kusuma dan Udiana Sari
(2003) telah membuktikan adanya manajemen laba melalui discreationary accrual pada
perusahaan pengakuisisi sebelum merger dan akuisisi di Malaysia pada tahun
sebelum akuisisi. Sementara Erickson dan Wang (1999) dalam Hastutik (2006)
menunjukkan bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan manajemen laba pada periode
sebelum
mergerdan mengidentifikasi bahwa tingkat income increasing earnings management berhubungan
positif dengan ukuran merger.
Kusuma
dan Sari (2003) melakukan penelitian terhadap perusahaan yang melakukan
kegiatan
merger dan akuisisi di BEJ selama periode 1997-2002. Dalam penelitian tersebut diperoleh
sebanyak 39 perusahaan sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan menggunakan model jones, pada periode sebelum merger dan akuisisi tidak
terdapat indikasi adanya manajemen laba. Di Inggris, Meeks (1997) dan Kumar
(1984) dalam Hadiningsih (2007) meneliti pengaruh merger terhadap
profitabilitas perusahaan yang melakukan merger. Penelitian itu membuktikan
adanya penurunan profitabilitas yang signifikan setelah tiga tahun dan lima
tahun dengan menggunakan laba operasi. Adanya perbedaan antara teori dengan
hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hal yang terjadi yang
memicu terjadinya penurunan kinerja perusahaan. Payamta dan Sektiawan (2004)
meneliti pengaruh merger dan akusisi terhadap kinerja perusahaan manufaktur
selama 2 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah merger dan akuisisi, yang diproksikan
melalui return saham dan rasio keuangan. Hasil penelitan menunjukkan tidak
adanya perbedaan kinerja yang signifikan untuk periode seblum dan sesudah merger
dan akuisisi baik dari return saham maupun rasio keuangan, penelitianini
dikonfirmasi oleh Sadi’yah (2005) dan
Rosana
(2005). Hayati (2004) meneliti kasus akuisisi dengan memproksikan kinerja
perusahaan melalui 10 rasio keuangan selama 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah
akuisisi, hasilnya seluruh sampel menunjukkan penurunan kinerja keuangan setiap
akhirahun setelah merger dan akuisisi. Penelitian ini dikonfirmasi oleh Dewi
(2004) dengan rasio keuangan yang berbeda. Ravenscraft dan Sherer (1998) (dalam
Wulandari, 2005) melakukan penelitian terhadap profitabilitas sebelum mergerperusahaan
target dan hasil operasinya setelah merger.
Penelitiannya
dilakukan terhadap perusahaan manufaktur di Amerika Serikat yang melakukan mergersebelum
periode 1957-1977. Hipotesis yang dilakukan dalam penelitian mereka ada dua, yaitu
bahwa perusahaan target tidak mendapat laba dan bahwa mergermemperbaiki profitabilitasnya
secara rata-rata. Profitabilitas sebelum
mergerdi
ukur dengan rasio laba operasi (sebelum bunga dan pajak serta biaya lua usaha)
terhadap asset pada akhir periode, sedangkan profitabilitas setelah merger
di
ukur dengan tiga rasio yaitu: 1) rasio laba operasi, 2) rasio operasi laba
penjualan, 3) rasio arus kas. Dari hipotesis pertama tidak dapat dibuktikan
karena ketiadaan dukungan statistik, sedangkan pada hipotesis kedua disimpulkan
bahwa tidak terdapat kenaikan yang signifikan terhadap profitabilitas setelah merger.
Kristiani
dan Kwie (1999) meneliti bagaimana pengaruh akuisisi terhadap kinerja perusahaan
akuisitor. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui kinerja perusahaan yang
melakukan akuisisi, membandingkan kinerja akuisitor pada tahun sebelum
terjadinya akuisisi dengan periode sebelumnya. Kinerja perusahaan akuis
itor
di ukur dengan rasio keuangan, yang meliputi: rasio likuiditas, rasio
aktivitas, rasio
leverage,
rasio profitabilitas dan pergerakan harga saham setelah akuisisi. Ditemukan
bahwa perusahaan akuisitor mengalami penurunan rasio likuiditas, aktivitas,
profitabilitas, dan Indeks Harga Saham Gabungan mengalami kenaikan rasio leverage.
0 komentar:
Posting Komentar